NAGEKEO - Masyarakat adat yang tergabung dari tiga suku besar di Desa Rendu Butowe yaitu Suku Redu, Isa dan Gaja, menanggapi desakan Indonesia Police Watch (IPW) atas pengakuan Matheus Bui salah seorang anggota FPPWL di media Policewatch.news yang berjudul "IPW Desak Kapolri Copot Kapolres Nagekeo dan Kapolda NTT" penulis Bambang MD.
Dimana, alasan desakan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot dua kepala kepolisian itu, IPW menyebut di dalam proses pembangunan PSN Waduk Lambo, telah terjadi persoalan ataupun konflik sosial dan juga terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Resort (Polres) Nagekeo.
Namun desakan IPW dinyatakan tak berdasar oleh seluruh masyarakat adat di tiga desa pendukung pembangunan Waduk Lambo terutama masyarakat dan juga pemangku adat dari ke-3 suku di Rendu Butowe.
Untuk itu, masyarakat dan pemangku adat dari ke-3 suku tersebut secara tegas menyatakan sekaligus meluruskan desakan tak berdasar IPW atas pengakuan fiksi Matheus Bui yang dinilai telah memutarbalikan fakta dan merusak tatanan adat istiadat orang Rendu serta mengotori nama baik Kapolres Nagekeo dan juga Kapolda NTT.
Adapun poin pernyataan mereka diantaranya, "Kami masyarakat adat yang tergabung dari tiga suku besar di Rendu Butowe yakni suku, Redu, Isa dan Gaja menyatakan bahwa:
1. Kami sangat mendukung Pembangunan waduk Mbay Lambo.
Baca juga:
Demo Mahasiswa di Kota Cirebon Sempet Ricuh
|
2. Terkait pernyataan dari saudara Matheus Bui yang menerangkan bahwa dia yang berhak melakukan Ritual Adat, bersama ini kami tegaskan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hak dalam ulayat Adat Rendu apalagi sampai menghalang-halangi ritual adat dan juga mengaku sebagai pemangku adat.
3. Terkait adanya pemberitaan bahwa ada intimidasi terhadap masyarakat adat, bersama ini kami masyarakat adat Rendu jelaskan bawah hal tersebut sangat tidak benar dan itu merupakan Propaganda yang sengaja dimainkan oleh pihak - pihak yang ingin menciptakan konflik sosial di masyarakat yaitu AMAN/ PPMAN. Untuk itu, kami menolak campur tangan AMAN/PPMAN dalam pembangunan Waduk Lambo.
4. Kami Masyarakat Adat Rendu Butowe (Redu, Isa dan Gaja) menjelaskan bahwa ritual pemberkatan alat secara adat Rendu pada tanggal 4 april di lakukan oleh Saudara Leonardus Suru (Tokoh Adat) adalah berdasarkan hasil kesepakatan di Kantor Camat Aesesa Selatan. Dan yang melakukan penghadangan adalah kelompok kecil masyarakat yang tergabung dalam Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL).
5. Kami Masyarakat Adat Rendu sangat mengapresiasi kinerja dari Kapolres Nagekeo dan jajarannya yang lebih mengedepankan pendekatan budaya dan turun ke masyarakat dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi di dalam proses pembangunan Waduk Lambo.
6. Kami Masyarakat Adat Rendu menyarankan agar, IPW dan juga Komnas HAM turun langsung ke wilayah kami agar mengetahui yang sebenarnya tidak hanya mendengar kabar sepihak dari segelintir orang punya kepentingan lalu menjustis Kapolres Nagekeo melakukan pelanggaran HAM.
Enam poin pernyataan itu disampaikan Wunibaldus Wedo sembari mendeklarasikan kembali dukungan mereka terhadap pembangunan Waduk Lambo mewakili Suku Redu, Isa dan Gaja dimana diikuti juga masyarakat adat dari 5 (lima) suku yang ada di Ulupulu yakni Suku Nakanunga, Nakabani, Godho, Anabai dan Boa Ao, Rabu (01/6/2022).
Usai menyampaikan pernyataan tersebut, lelaki yang akrab disapa Dus Wedo ini menegaskan lagi bahwa, Matheus Bui tidak berhak melakukan ritual adat apalagi sampai menghalang-halangi ritual adat yang dilakukan oleh Leonardus Suru.
"Matheus Bui tidak berhak melakukan ritual adat apalagi sampai menghalang-halangi ritual adat yang dilakukan Leo Suru. Yang berhak melakukan ritual adat atas mandat dari ketiga suku di Rendu adalah Leo Suru bukan Theus Bui, " tegasnya.
Kesempatan yang sama, Kristoforus Lado, adik kandung dari Leonardus Suru pemangku adat dari Suku Gaja dan juga sebagai delegasi dari ke-3 suku untuk melakukan ritual adat dalam kaitan dengan pembangunan Waduk Lambo mengatakan, ritual adat pemberkatan alat pada Senin 4 April 2022 lalu, adalah ritual sah berdasarkan kesepakatan dari ke-3 suku yang ditetapkan di Kantor Camat Aesesa Selatan beberapa waktu lalu.
"Ketika terjadi penolakan besar-besaran terhadap pembangunan Waduk Lambo di tahun 2016, kakak saya Leo Suru dimandatkan untuk melakukan ritual penolakan. Lalu dalam perjalanan setelah kakak saya sadar bahwa waduk banyak memberikan manfaat untuk orang banyak, maka dia melakukan ritual pemulihan kembali di tahun 2018. Dan tepat di hari Senin tanggal 4 April 2022 atas kesepakatan bersama di kantor Camat Aesesa Selatan, dia kembali dimandatkan melakukan ritual adat untuk pemberkatan alat sebagai awal pengerjaan Waduk Lambo namun ritual itu dihalangi oleh orang yang bukan bagian dari pemangku adat dalam hal ini dihalangi anggota FPPWL yakni Matheus Bui, " tandas Kristoforus Lado.
Demikian juga yang dikatakan perwakilan Suku Nakabani, David Lado. David menyebut, lima suku yang tergabung di dalam masyarakat adat Ulupulu menentang segala bentuk intervensi pihak luar yang ingin menggagalkan pembangunan Waduk Lambo.
"Saya David Lado perwakilan suku Nakabani bersama empat suku lainnya di Ulupulu menentang segala bentuk intervensi atau campur tangan pihak luar yang ingin menggagalkan pembangunan Waduk Lambo. Sebab kami 5 suku sebagai masyarakat adat di Ulupulu sejatinya kami telah mendukung penuh PSN ini, " ucap David Lado.