Zainal Bintang: Fahmi Idris yang Saya Kenal

    Zainal Bintang:   Fahmi Idris yang Saya Kenal
    Prof. Dr. Fahmi Idris

    JAKARTA - Minggu siang, 22 Mei 2022, saya dikejutkan berita duka: Bapak H. Fahmi Idris meninggal dunia pagi tadi jam 10.00 wib di sebuah rumah sakit, di Jakarta. Perasaan saya kontan luruh oleh rasa sedih. Prihatin. Dan merasa kehilangan. 

    Pada waktu berlangsung Munas Golkar bulan Desember 2004 di Bali, dengan dukungan total dari almarhum dan kawan-kawan, JK (Jusuf Kalla) yang Wapresnya SBY itu, berjaya menggusur AT (Akbar Tanjung) selaku petahana. Padahal sebelum Munas di Bali, almarhum dan kawan-kawan dipecat dari Golkar oleh AT karena tidak mematuhi keputusan Rapimnas Golkar yang mendukung pencalonan pasangan Capres Megawati-KH Hasyim Muzadi.

    Pada waktu Munaslub Bali AT sudah tidak punya jabatan formal. Sebagai Ketua DPR RI telah digantikan Agung Laksono (Oktober 2004). Tradisi pengurus Golkar daerah sejak era Soeharto selalu lebih nyaman dipimpin Ketua Umum yang punya jabatan di kekuasaan. 

    Sebelum Munaslub Bali, kami sudah bergabung dengan almarhum dalam kubu “Eksponen Ormas Tri Karya” (EOTK), yang dibentuk Mayjen (pur) Suhardiman bersama saya (Ormas MKGR) dan almarhum tokoh-tokoh dari Kosgoro 57 melalui forum “Deklarasi Makassar” berlangsung di Makassar (2002). “EOTK” berfungsi sebagai moral force (kekuatan moral) untuk mengontrol kiprah pengurus Golkar supaya tetap konsisten berjalan diatas koridor doktrin Golkar “karya kekaryaan”. Dan menjadi rumah besar bangsa Indonesia. 

    Pada Pemilu 2009, “EOTK” memberikan dukungan  kepada pasangan JK-Wiranto sebagai capres, namun kalah. Berlanjut pada Pemilu 2014 “EOTK kembali mendukung pasangan capres Joko Widodo-JK. Didalam semua kiprah “EOTK” tersebut diatas, almarhum selalu bersama kami.

    Pada waktu Pilpres 2014, kami dari “EOTK” menentang keputusan Aburizal Bakrie yang menjadikan Golkar sebagai opisisi karena dia lebih memilih mendukung pasangan capres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Yang kemudian kalah. 

    Pada era pra Pilpres 2014 itu, saya bersama pak Suhardiman dan almarhum berkunjung ke Surabaya dan Palembang untuk mengampanyekan pasangan Jokowi - JK. Ketika kami ke Makassar dan Batam untuk tujuan yang sama kedua almarhum tidak ikut serta. Pak Suhardiman sendiri karena terkendala sakit. 

    Menjelang Pilpres 2019, pada rapat pleno Golkar (13/12/2017) Airlangga Hartarto disepakati menjadi Ketum Golkar menggantikan Setya Novanto yang ditahan KPK dalam kasus korupsi E-KTP. Dan ketika berlangsung pembukaan Munaslub di gedung JCC, Jakarta (18/12/2017) Golkar mengumumkan mendukung Joko Widodo sebagai capres 2019. 

    Yang paling saya ingat, sewaktu almarhum menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di era SBY – JK (2004), hubungan saya dengan almarhum perlahan meningkat. Sebagai pengurus DPP Golkar yang membidangi Tenaga Kerja dan Transmigrasi di di era JK, otomatis saya sering bertemu almarhum terkait penugasan. Almarhum di pemerintahan. Saya di Golkar.

    Saya pernah ikut dalam tim almarhum bersama SBY ke Kuala Lumpur membahas status Ilegal TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang banyak masuk ke Malaysia.

    Sesudahnya itu, kami berkali-kali bertemu. Paling sering di Gedung Transmigrasi kawasan Kalibata. Gampang ditemui justru pada malam hari, sesudah sholat Magrib. Almarhum nyantai,  hanya pakai sarung. Kami berdiskusi 1 – 2 jam. Mbak Tini almarhumah, isteri pertamanya, dengan setia mendampingi. Menyediakan makan malam yang dibawa dari rumah. 

    Lewat persinggungan dengan almarhum itulah saya memahami karakter aslinya sebagai “trouble shooter”.  Mampu menyelesaikan masalah tanpa masalah. Percaya dirinya sangat tinggi. Tidak suka main “dua kaki”, sebagaimana karakter busuk politisi penjilat untuk meraih jabatan. Teman-teman menjuluki almrhum sebagai batu karang. Tangguh. Tidak bergeser dihantam ombak bertalu-talu.

    Selain itu  wajahnya tampan, macho dan tahan banting. Typologi pemimpin yang tidak akan berdiam diri membiarkan praktik ketidakadilan. Hal inilah yang menjelaskan mengapa almarhum disegani dan disenangi kawan maupun lawan, karena konsisten pada komitmen. 

    Diketahui luas almarhum berperan besar mengantar JK jadi Wapres. Menggoalkan jadi Ketum Golkar. Almarhum adalah salah seorang tokoh sentral yang membuka jalan “surga” JK ke puncak kekuasaan. 

    Tapi tidak terlihat pada dirinya ada gerak gerik mau memanfaatkan jasanya itu. Tetap berpenampilan biasa-biasa. Terus merawat komunikasi dengan teman-teman yang ada dalam sistem. Maupun yang di luar. 

    Ketika almarhum jatuh sakit, saya sempat membesuk dua – tiga kali di rumahnya yang luas pekarangannya di kawasan Mampang, Kebayoran Baru. Menemuinya sedang berbaring di tempat tidur. Mendoakan supaya tabah dan cepat sembuh. Almarhum berpesan supaya kami tetap konsisten dengan perjuangan. Terus merawat jati diri Golkar: menjadi rumah besar bangsa yang memihak kepada rakyat kecil (yang terpinggirkan). 

    Almarhum tidak menghendaki Golkar dipimpin seseorang yang haus kekuasaan. Menggadaikan kebesaran Golkar untuk kepentingan pribadi. Tidak berharga diri. Almarhum menghendaki pemimpin itu harus punya sikap tegas dan teguh. Terus mewarisi karakter pemimpin pejuang yang tahan banting. Mempertahankan prinsip “setia hingga keyakinan terakhir”. Tetap berpegang kepada sikap: principle is not to be traded (prinsip tidak untuk diperdagangkan).

    Sikap dan karakter almarhum itulah yang seyogyanya diwarisi dan dilestarikan kader-kader muda Golkar. Sikap yang konsisten pada pendirian. Itu penting demi merawat citra dan eksitensi Golkar sebagai partai politik besar yang bertanggung jawab menjadi obor penyuluh di kala kegelapan menutup negeri ini. Menjadi obor ketika bangsa ini digelapkan oleh pemimpin palsu yang berwatak pragmatisme dan aji mimpung serta gampang meminggirkan norma dan etika berbangsa dan bernegara. 

    Saya sempat menghadiri resepsi pernikahan kedua almarhum (2015). Setahun sebelumnya almarhum pernah menjalani tindakan operasi di Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura, medio Oktober 2014. Lima tulang punggungnya harus diangkat karena terserang penyakit kanker darah “Multiple Myeloma”. 

    Sejak itu komunikasi saya secara fisik dengan almarhum sudah agak berkurang. Meskipun demikian kontak batin tidak terputus. 
    Akhirul kalam. Selamat jalan Bung Fahmi, saudaraku. Semangat perjuanganmu tidak akan lekang oleh panas dan tidak akan lapuk oleh hujan. Selamat beristirahat disisi Allah Swt. Semoga husnul khotimah. Amin Yra. 
    Innalillahi Wainna Ilaihi Rajiun.

    Jakarta, 30 Mei 2022

    Zainal Bintang

    Wartawan Senior dan Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya

    Zainal Bintang Fahmi Indris
    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    Berkas Perkara Kasus Pembunuhan Berencana...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait